Menikmati Sepotong Papua Lewat Papoea by Nature
Memang benar ya, selalu ada hikmah di balik setiap kejadian. Di tengah suasana tidak menentu akibat pandemi Covid-19 yang menyebabkan kita harus #DiRumahAja, saya justru bisa “jalan-jalan” ke Papua.
Ehhh.. jangan pikir macam-macam dulu! Pastinya ini jalan-jalan virtual, tepatnya melalui kuliner khas Papua yang saya coba. Kok bisa?
Jadii... saya yang pemburu diskonan ini sedang iseng melihat-lihat daftar merchant yang berpartisipasi dalam program Harkulnas 70% dari salah satu penyedia jasa pesan makanan oleh ojek online (ngga perlu sebut merek ya, lha ngga di-endorse juga). Scroll dan cek sana-sini, tetiba perhatian tertambat pada nama Papoea by Nature. Hmm, makanan Papua? Menarik!
Langsung saya klik untuk melihat menunya. Makin senang lagi ketika menemukan bahwa menu diskonnya banyak pake banget! Jika merchant lain rata-rata hanya memberikan 2-3 menu yang didiskon 70%, Papoea menawarkan lebih dari 10 menu (makanan dan minuman). Generous!
Meskipun penawaran nan menggiurkan, saya tetap research dulu sebelum memesan. Cek di "mbah gugel" dan aplikasi review kuliner, ternyata ratingnya bagus dan kebanyakan memberi review positif. Dari review pula saya mendapat gambaran menu andalan resto ini. Dua dari menu favorit tersebut termasuk yang didiskon 70%. Tenang, nanti akan saya reveal semuanya.
Kemasan
Sebelum masuk urusan makanan, karena saya menggunakan delivery ada baiknya sedikit membahas kemasannya dahulu. Papoea menggunakan kotak berbahan kertas (karton) daur ulang berwarna coklat. Kotak bagian dalam tidak ada lapisan plastik sehingga minyak dan air mudah meresap, juga tak ada keterangan food grade. Kotak bagian luar polos tanpa logo, hanya ditempel stiker logo pada bagian atas yang sekaligus berfungsi sebagai seal. Secara keseluruhan kemasan berkesan simple dan natural, mungkin memang menyesuaikan dengan nama restorannya yang mengandung kata “by Nature”.
Sudah lapar? Yuk, bongkar menu-menu yang saya coba:
Traditional Papuan Papeda Sagoo Yellow Fish Soup
Yup, inilah menu khas yang paling terkenal dari Papua. Tentunya menjadi andalan dari resto Papoea, dan “diaminkan” oleh banyak customer melalui review yang saya baca. Sangat layak dicoba!
Menu papeda tersedia dalam 3 ukuran yaitu kecil, sedang, besar. Mumpung diskon, dengan PeDe saya pilih yang besar hehehe.. dan memang tidak menyesal! Sesuai ekspektasi, rasanya kuah kuningnya enak. Kuahnya bening, light, serta aroma rempahnya balance. Isinya berupa potongan fillet ikan Mackerel (tanpa duri, tanpa kulit), potongan tomat, rajangan serai dan daun bawang. Citarasanya sendiri agak mirip kuah soto ayam IMO.
Bagaimana sagunya? Saya pernah makan sagu seperti ini sebelumnya, rasanya sama saja, standar: kenyal dan plain. Tidak bisa dibilang enak, tapi bisa dimakan. Saya sampai googling demi memastikan cara makan papeda yang benar sesuai kebiasaan di Papua, yang ternyata mudah saja. Sagu diambil menggunakan dua garpu (atau sumpit kayu), digulung-gulung sampai terbentuk gumpalan, lalu masukkan ke piring makan kita yang sudah berisi kuah kuning. Dengan begitu sagu tidak saling menempel maupun menempel ke piring. Papeda pun siap dinikmati.
Sebagai pelengkap disediakan jeruk nipis dan sambal, yang ternyata benar-benar memperkaya rasa kuah kuningnya. Saya agak surprise bahwa sambalnya sendiri ternyata enak. Alih-alih sekedar cabai yang direbus dan diblender, sambalnya ini dimasak dan dibumbui secara pas. Kalau ga habis untuk makan papeda, bisa banget untuk dicocol lalapan loh...
Jungle Roast Chicken (Half Chicken)
Ini juga salah satu menu yang paling banyak dipesan di Papoea. Pada keterangan menu tercantum “marinated half chicken with coriander, mix salad, served with butter taro and orange sweet chilli sauce”. Ketika kotak dibuka langsung tercium aroma bakar yang wangi, dengan tampilan hijau kehitaman. Bumbunya yang memakai coriander cukup terasa, namun tidak berlebihan, well balanced. Hanya sayangnya bumbu tidak meresap ke dalam daging (terutama bagian dada), kebanyakan menempel di kulit, sedangkan saya tidak makan kulit ayam. Alhasil bumbunya saya “bersihkan” dengan cara ditempelkan ke nasi supaya masih terasa.
Pelengkap berupa salad masih segar ketika saya terima, sebagian besarnya adalah romaine lettuce. Sayangnya lagi, side dish butter taro yang dijanjikan di menu tidak saya temukan :( duh, padahal saya penasaran ingin coba. Saus orange chilli sepertinya memakai jeruk peras (yang biasa buat es jeruk). Rasanya segar, perpaduan asam manisnya pas, serta bisa melengkapi rasa ayam yang kurang “nendang”.
Pelengkap berupa salad masih segar ketika saya terima, sebagian besarnya adalah romaine lettuce. Sayangnya lagi, side dish butter taro yang dijanjikan di menu tidak saya temukan :( duh, padahal saya penasaran ingin coba. Saus orange chilli sepertinya memakai jeruk peras (yang biasa buat es jeruk). Rasanya segar, perpaduan asam manisnya pas, serta bisa melengkapi rasa ayam yang kurang “nendang”.
Turmeric Spiced Marinated Fish Fillets Satay
Satu porsi berisi dua tusuk sate ikan, disajikan dengan salad yang sama dengan jungle roast chicken. Ketika dicicip, wah.. melebihi ekspektasi! Komposisi bumbunya tepat akurat, ditambah aroma bakaran menghasilkan rasa yang enak di lidah. Ikan tidak terasa amis, dibakar sempurna (matang merata dan tidak gosong), serta di bagian dalam masih lembut dan juicy. Penggemar ikan (saya! saya!) pasti suka. Mantap djiwa!
Fried Rice - Roa
Memang bukan menu Papua, namun saya si nasgor lover ini selalu sulit menolak godaan nasi goreng. Apalagi ada opsi roa diantara tiga pilihan menu nasi goreng yang tersedia: roa, jamur, atau ayam. Disajikan lengkap dengan telur mata sapi, potongan ketimun, dan keripik yang dibungkus plastik terpisah.
Suapan pertama, saya langsung jatuh cinta! Omagaawdd... so yummy and tasty! Roanya pekat terasa, yang berarti mereka tidak pelit memasukkan roa ke dalam nasgor. Memang agak pedas, saya menduga bumbunya pakai sambal roa, apalagi masih ditambah irisan cabai rawit. Bagi yang takut kepedasan harus sabar menyisihkan rawitnya, ya.
Komponen pelengkap pun dapat mengelevasi keseluruhan rasa nasi goreng. Telur ceploknya dibumbui garam dan lada hitam sehingga tidak hambar. Keripiknya dari ubi ungu yang diserut tipis, digoreng sampai crispy, dan ditaburi sedikit garam. Unik, sebagai pengganti kerupuk, juga sebuah effort yang layak dihargai (dibandingkan sekedar menggoreng kerupuk), bahkan sampai detil simple seperti menambahkan garam pun diperhatikan. Tak ketinggalan irisan ketimun sebagai penetralisir agar tidak hanya rasa asin dan gurih yang “bermain” di mulut. Aduuh ini nasgor beneran super enak, mantul sampai ke langit ketujuh, dehhh!
Suapan pertama, saya langsung jatuh cinta! Omagaawdd... so yummy and tasty! Roanya pekat terasa, yang berarti mereka tidak pelit memasukkan roa ke dalam nasgor. Memang agak pedas, saya menduga bumbunya pakai sambal roa, apalagi masih ditambah irisan cabai rawit. Bagi yang takut kepedasan harus sabar menyisihkan rawitnya, ya.
Komponen pelengkap pun dapat mengelevasi keseluruhan rasa nasi goreng. Telur ceploknya dibumbui garam dan lada hitam sehingga tidak hambar. Keripiknya dari ubi ungu yang diserut tipis, digoreng sampai crispy, dan ditaburi sedikit garam. Unik, sebagai pengganti kerupuk, juga sebuah effort yang layak dihargai (dibandingkan sekedar menggoreng kerupuk), bahkan sampai detil simple seperti menambahkan garam pun diperhatikan. Tak ketinggalan irisan ketimun sebagai penetralisir agar tidak hanya rasa asin dan gurih yang “bermain” di mulut. Aduuh ini nasgor beneran super enak, mantul sampai ke langit ketujuh, dehhh!
Dari empat macam menu di atas tidak ada yang failed, yang ada hanya enak dan enak banget. Dari awalnya harap-harap cemas ("Enak atau tidak, ya? Menunya cocok nggak, ya?") namun berakhir memuaskan itu rasanya senang, yaa..
Thumbs up for Papoea by Nature. Bravo!
Demikian “sepotong” Papua yang sudah saya cicipi. Masih amat sedikit tentunya, dibandingkan jika bisa berkunjung dan mengeksplorasi langsung. Mari berharap, berdoa, dan (harus) berusaha agar pandemi cepat menyingkir.
Kalau sikon sudah aman nanti, mari kita jalan-jalan bareng ke Tanah Mutiara Hitam, Papua.
Ada amin?
Comments
Post a Comment