Kuliner Bali Pemikat Hati dari Signatures, Hotel Indonesia Kempinski
Hotel Indonesia merupakan salah satu ikon kota Jakarta yang resmi beroperasi pada 5 Agustus 1962. Diprakarsai oleh Presiden Soekarno, hotel bintang lima pertama di Indonesia ini didesain oleh pasangan arsitek Abel dan Wendy Sorenson dari USA. Desain bangunannya yang modern, sederhana, dan sesuai untuk iklim tropis menjadi pelopor desain bangunan kontemporer di Indonesia saat itu. Sempat ditutup untuk pemugaran pada tahun 2004, Hotel Indonesia kembali dibuka pada tahun 2009 di bawah manajemen jaringan hotel ternama, Kempinski.
Bicara hotel, apalagi hotel berbintang lima, pasti ada restoran di dalamnya. Signatures Restaurant merupakan restoran utama di Hotel Indonesia Kempinski yang melayani all day dining. Lokasinya di lantai dasar sangat mudah diakses dari lobby hotel maupun dari East Mall Grand Indonesia yang memang terkoneksi dengan hotel. Restoran ini menyajikan hidangan secara buffet dan a la carte, dengan berbagai ragam pilihan baik hidangan nusantara maupun internasional, mulai dari appetizer hingga dessert.
Area restoran cukup luas, terdiri dari bagian indoor, outdoor, dan semi outdoor di kedua tepi bangunan restoran. Bagian semi outdoor ini menarik, beratap dan dinding kaca yang dipadukan dengan pelat-pelat logam keemasan berukir ornamen sebagai elemen interior. Di siang hari bagian semi outdoor ini menjadi pilihan tepat bagi yang gemar berfoto, namun tidak ingin kepanasan di udara terbuka.
Bicara hotel, apalagi hotel berbintang lima, pasti ada restoran di dalamnya. Signatures Restaurant merupakan restoran utama di Hotel Indonesia Kempinski yang melayani all day dining. Lokasinya di lantai dasar sangat mudah diakses dari lobby hotel maupun dari East Mall Grand Indonesia yang memang terkoneksi dengan hotel. Restoran ini menyajikan hidangan secara buffet dan a la carte, dengan berbagai ragam pilihan baik hidangan nusantara maupun internasional, mulai dari appetizer hingga dessert.
Kutipan kata-kata Bung Karno terpampang di dinding pintu masuk restoran |
Area outdoor yang hijau |
Area semi outdoor yang cantik dan menarik
Nuansa klasik modern dihadirkan di keseluruhan restoran, menyesuaikan dengan konsep arsitektur bangunan hotel yang dipertahankan sesuai desain aslinya. Tak lupa unsur etnik dihadirkan pada berbagai detil hiasan yang tersebar di antara display makanan.
- Sumatra: 5-11 Agustus 2015
- Jawa: 12-18 Agustus 2015
- Bali-Lombok: 19-25 Agustus 2015
- Kalimantan: 26 Agustus - 1 September 2015
- Sulawesi-Maluku: 2-8 September 2015
Mendengar nama Bali, saya selalu excited. Sejak kunjungan pertama di tahun 2002, Bali seolah sudah "mengikat" saya untuk kembali lagi dan lagi. Alam dan budaya Bali sudah dikenal hingga kancah internasional, tak perlu diragukan lagi. Kini saatnya memaksimalkan satu lagi potensi pulau dewata yaitu kuliner khas Bali. Mungkin Anda sudah mengenal babi guling, ayam/bebek betutu, dan sate lilit? Itu baru sebagian kecil. Masih banyak aneka hidangan khas Bali yang enak-enak, lho!
Penasaran ingin mencobanya?
Berikut sebagian dari kekayaan kuliner Bali-Lombok yang sempat saya cicipi di Signatures Restaurant:
Srombotan
Konsep srombotan sebenarnya menyerupai urap, demikian pula tampilan dan isinya. Jenis sayurannya hampir sama, yang membedakan adalah bumbu yang dicampurkan pada kelapa parutnya menggunakan bumbu khas Bali. Srombotan ala Signatures sayurannya masih segar (tapi bukan mentah) dan bumbunya tidak terlalu pedas sehingga masih dapat dinikmati oleh yang tidak suka pedas sekali pun. Sebuah makanan pembuka yang segar dan sehat, juga enak.
Jejeruk Ayam
Saya belum pernah mendengar nama masakan ini, apalagi mencobanya. Wah, jadi tambah pengetahuan lagi tentang kuliner Bali, nih! Walaupun namanya asing bagi saya, ternyata makanan ini simple saja. Bumbu kelapa parutnya mirip dengan srombotan (bahkan mungkin sama), hanya isinya mostly suwiran daging ayam dengan sedikit sayuran rebus. Rasanya? Ya... mirip dengan srombotan, tetap enak.
Rujak Bulung
Kalau yang satu ini, saya sudah beberapa kali mencoba di Bali. Meskipun namanya rujak, jangan bayangkan serupa rujak buah sambal kacang yang biasa kita makan, ya. Rujak bulung ini masih mirip dengan srombotan, dengan bumbu yang lagi-lagi (kemungkinan) sama. Istimewanya rujak satu ini ada pada rumput laut yang disebut bulung dalam bahasa Bali. Ada dua jenis bulung yang biasa digunakan yaitu bulung buni dan yang tersaji di Signature adalah bulung rambut. Bulung ini sendiri tidak memiliki rasa spesifik dan tidak amis sehingga enak dimakan dengan bumbu kelapa seperti srombotan.
Salad Ayam Bumbu Bali
Suwiran daging ayam dengan bumbu sambal matah, simple, dan rasanya khas Bali. Daging ayam dimasak matang sempurna dan sambal matah terasa pas. Jika tidak suka pedas, hindari mengunyah potongan cabai rawitnya.
Plecing Kangkung
Hidangan ini dikenal baik di Bali maupun di Lombok. Di Bali, plecing kangkung biasa disajikan dengan ayam/bebek betutu, sedangkan di Lombok sebagai pendamping ayam taliwang. Cara memasaknya sama baik ala Bali maupun Lombok, yaitu kangkung rebus dicampur dengan sambal plecing (terasi), hanya perbedaannya plecing kangkung Lombok menggunakan kencur pada campuran bumbunya. Signatures menyajikan plecing kangkung ala Lombok karena saya merasakan aroma kencur yang sangat kuat, bahkan terlalu mendominasi, apalagi saya memang tidak menyukai kencur.
Sate Plecing
Meskipun plecing lebih identik dengan Lombok, tetapi sate plecing rupanya justru lebih populer di Bali. Saya belum pernah mencobanya langsung di Bali, jadi sangat tertarik mencoba sate plecing versi Signatures. Jika biasanya sate menggunakan bumbu kacang, sate plecing ini disajikan dengan sambal plecing yang khas. Sebagai penggemar terasi, saya justru lebih menyukai sate dengan sambal plecing ini daripada sate pada umumnya yang berbumbu kacang. Enaaakkk...
Plecing Kangkung
Hidangan ini dikenal baik di Bali maupun di Lombok. Di Bali, plecing kangkung biasa disajikan dengan ayam/bebek betutu, sedangkan di Lombok sebagai pendamping ayam taliwang. Cara memasaknya sama baik ala Bali maupun Lombok, yaitu kangkung rebus dicampur dengan sambal plecing (terasi), hanya perbedaannya plecing kangkung Lombok menggunakan kencur pada campuran bumbunya. Signatures menyajikan plecing kangkung ala Lombok karena saya merasakan aroma kencur yang sangat kuat, bahkan terlalu mendominasi, apalagi saya memang tidak menyukai kencur.
Sate Plecing
Meskipun plecing lebih identik dengan Lombok, tetapi sate plecing rupanya justru lebih populer di Bali. Saya belum pernah mencobanya langsung di Bali, jadi sangat tertarik mencoba sate plecing versi Signatures. Jika biasanya sate menggunakan bumbu kacang, sate plecing ini disajikan dengan sambal plecing yang khas. Sebagai penggemar terasi, saya justru lebih menyukai sate dengan sambal plecing ini daripada sate pada umumnya yang berbumbu kacang. Enaaakkk...
Sate Lilit
Sejak pertama kali mencoba sate lilit khas Bali (di Bali langsung, ya..) lidah saya langsung jatuh hati. Hingga sekarang, setiap kali ke Bali, harus dan tak pernah terlewatkan makan sate lilit. Bahkan, pernah saya alokasikan satu hari khusus menjelajahi Denpasar hingga masuk ke gang demi hunting sate lilit. Dari sate lilit restoran hingga warung kaki lima sudah dijajal, dan hasilnya kini saya punya warung favorit yang pasti disambangi setiap ke Bali. *Jika ada yang mau alamatnya bisa japri saya, ya! Hehe..
Bagaimana dengan sate lilit yang dihidangkan Signatures? Dari tampilan luar terlihat menarik, sate lilit "ala restoran" yang cantik dan estetik. Daging ikan yang sudah dihaluskan, dicampur bumbu, kelapa parut, dan telur dililitkan cukup tebal pada batang serai. Komposisi bumbunya tepat, terasa cukup kuat namun tidak berlebihan. Tekstur sate lilit cukup empuk tetapi tidak terlalu halus, semuanya pas dan enak. Saya suka sekali!
Ayam Betutu
Berada di urutan kedua favorit setelah sate lilit, ayam betutu sudah membuat saya ngubek-ubek Ubud demi menemukan pembuat ayam betutu yang pernah dimuat di Kompas. Waktu itu saya berhasil menemukan dan memesan langsung ayam betutu Mangku Gunung Lebah yang rasanya memang enak.
Sepotong daging dada ayam pilihan saya terlihat padat dan tebal, namun sangat empuk saat digigit dan bumbu betutu meresap sempurna hingga ke dalam daging. Sengaja saya mengambil bumbunya cukup banyak karena ingin menganalisa secara detail. Bumbu utama betutu yang disebut basa genep harus ditumis hingga matang dan harum, karena jika kurang matang akan terasa pahit. Bumbu betutu yang saya rasakan ini benar-benar pas racikan rempah-rempahnya dan sudah dimasak sempurna sehingga menghasilkan cita rasa yang sedap. Senang sekali mendapati ayam betutu di Signatures yang rasanya mengingatkan saya pada ayam betutu legendaris dari Ubud itu.
Sepotong daging dada ayam pilihan saya terlihat padat dan tebal, namun sangat empuk saat digigit dan bumbu betutu meresap sempurna hingga ke dalam daging. Sengaja saya mengambil bumbunya cukup banyak karena ingin menganalisa secara detail. Bumbu utama betutu yang disebut basa genep harus ditumis hingga matang dan harum, karena jika kurang matang akan terasa pahit. Bumbu betutu yang saya rasakan ini benar-benar pas racikan rempah-rempahnya dan sudah dimasak sempurna sehingga menghasilkan cita rasa yang sedap. Senang sekali mendapati ayam betutu di Signatures yang rasanya mengingatkan saya pada ayam betutu legendaris dari Ubud itu.
Tum Ayam
Tum adalah sebutan untuk pepes ala Bali, dengan metode masak dikukus (steam). Tum bisa berisi ayam, bebek, daging sapi/babi, atau ikan. Kebetulan Signatures menghadirkan tum ayam pada kesempatan ini. Dari segi rasa semuanya balance dan enak, daging ayam pun matang sempurna dan empuk, namun saya agak heran mendapati daging ayamnya masih bertulang. Dari yang pernah saya coba langsung di Bali maupun resep-resep yang saya baca, isian tum biasanya sudah dicincang atau minimal boneless.
Jukut Nangka
Jujur, masakan dari nangka muda ini belum pernah saya coba sebelumnya. Dari tampilannya mirip dengan masakan nangka muda ala rumah makan padang yang berwarna kekuningan dan sedikit berkuah. Ketika dicoba, dari segi tekstur dan cara masak sepertinya serupa, tetapi aroma bumbunya berbeda dan tidak berminyak karena tidak menggunakan santan. Setelah mencicipi di Signatures, saya jadi tertarik ingin mencobanya langsung di Bali suatu saat nanti, apakah rasanya sama?
Pepes Cumi-Cumi
Hanya demikian nama yang tertulis di keterangan menu. Sayang sekali, karena sebenarnya saya ingin tahu nama menu dalam bahasa Balinya, jika ada. Mengapa saya penasaran? Sebab rasanya enak! Saya jarang menyukai masakan cumi kecuali cumi goreng tepung yang benar-benar crunchy, tetapi pepes cumi ini begitu istimewa. Pertama, cuminya masih sangat empuk, tidak keras/alot tetapi bukan karena overcooked. Kedua, tidak terasa amis sama sekali, mungkin juga karena cumi yang digunakan adalah cumi berukuran kecil sehingga bumbunya yang kaya rasa bisa meresap sempurna ke daging cumi. Bravo!
Mie Kober Denpasar dan Nasi Goreng Bali
Kedua hidangan full karbohidrat ini sebenarnya tidak termasuk kuliner khas Bali. Mie Kober Denpasar terkenal karena pedasnya ber-level dari yang biasa hingga sangat pedas. Saya sendiri hanya mengetahuinya dari referensi online, karena tidak tertarik menyambanginya di Bali. Mie Goreng yang saya cicipi di Signatures ini pun tidak memiliki rasa istimewa atau teramat berbeda, juga tidak dibuat pedas karena sambal disediakan terpisah.
Nasi goreng Bali ala Signatures rasanya pun tak ada pebedaan dengan nasi goreng di pulau Jawa pada umumnya. Saya sedikit heran, karena sepengetahuan saya nasi goreng ala Bali (dan di wilayah Indonesia Timur) justru tidak menggunakan kecap melainkan saus tomat sehingga warnanya kemerahan, bukan coklat. Setidaknya demikian yang saya alami ketika pernah tinggal di Ubud maupun ketika berkunjung ke wilayah Indonesia Timur.
Tum adalah sebutan untuk pepes ala Bali, dengan metode masak dikukus (steam). Tum bisa berisi ayam, bebek, daging sapi/babi, atau ikan. Kebetulan Signatures menghadirkan tum ayam pada kesempatan ini. Dari segi rasa semuanya balance dan enak, daging ayam pun matang sempurna dan empuk, namun saya agak heran mendapati daging ayamnya masih bertulang. Dari yang pernah saya coba langsung di Bali maupun resep-resep yang saya baca, isian tum biasanya sudah dicincang atau minimal boneless.
Jukut Nangka
Jujur, masakan dari nangka muda ini belum pernah saya coba sebelumnya. Dari tampilannya mirip dengan masakan nangka muda ala rumah makan padang yang berwarna kekuningan dan sedikit berkuah. Ketika dicoba, dari segi tekstur dan cara masak sepertinya serupa, tetapi aroma bumbunya berbeda dan tidak berminyak karena tidak menggunakan santan. Setelah mencicipi di Signatures, saya jadi tertarik ingin mencobanya langsung di Bali suatu saat nanti, apakah rasanya sama?
Pepes Cumi-Cumi
Hanya demikian nama yang tertulis di keterangan menu. Sayang sekali, karena sebenarnya saya ingin tahu nama menu dalam bahasa Balinya, jika ada. Mengapa saya penasaran? Sebab rasanya enak! Saya jarang menyukai masakan cumi kecuali cumi goreng tepung yang benar-benar crunchy, tetapi pepes cumi ini begitu istimewa. Pertama, cuminya masih sangat empuk, tidak keras/alot tetapi bukan karena overcooked. Kedua, tidak terasa amis sama sekali, mungkin juga karena cumi yang digunakan adalah cumi berukuran kecil sehingga bumbunya yang kaya rasa bisa meresap sempurna ke daging cumi. Bravo!
Mie Kober Denpasar dan Nasi Goreng Bali
Kedua hidangan full karbohidrat ini sebenarnya tidak termasuk kuliner khas Bali. Mie Kober Denpasar terkenal karena pedasnya ber-level dari yang biasa hingga sangat pedas. Saya sendiri hanya mengetahuinya dari referensi online, karena tidak tertarik menyambanginya di Bali. Mie Goreng yang saya cicipi di Signatures ini pun tidak memiliki rasa istimewa atau teramat berbeda, juga tidak dibuat pedas karena sambal disediakan terpisah.
Nasi goreng Bali ala Signatures rasanya pun tak ada pebedaan dengan nasi goreng di pulau Jawa pada umumnya. Saya sedikit heran, karena sepengetahuan saya nasi goreng ala Bali (dan di wilayah Indonesia Timur) justru tidak menggunakan kecap melainkan saus tomat sehingga warnanya kemerahan, bukan coklat. Setidaknya demikian yang saya alami ketika pernah tinggal di Ubud maupun ketika berkunjung ke wilayah Indonesia Timur.
Demikianlah pengalaman dan kesan saya terhadap masakan Bali-Lombok yang disajikan dalam special event ini. Tidak mengherankan jika rasa masakan tidak jauh beda dengan yang pernah saya nikmati di tempat asalnya langsung, karena Signatures Restaurant mempercayakan Chef Ketut Sumerata dari Bali untuk bertanggung jawab atas semua masakan pada minggu Bali-Lombok ini. Beberapa jenis masakan yang aslinya lebih pedas memang sengaja dibuat lebih mild agar dapat diterima lidah semua orang (terutama orang asing) namun tanpa mengurangi rasa atau aroma aslinya.
Jika kuliner Bali mempunyai pikat tersendiri di hati saya, maka hidangan Bali dari Signatures Restaurant hari ini telah sukses memenuhi "tempat" di perut saya.. karena hampir semuanya enak dan sesuai selera saya. Meskipun tahun ini belum bisa ke Bali lagi, rasa kangen saya pada makanan Bali favorit sedikit terobati di sini. Thanks, Signatures!
Buffet price:
Weekday lunch: IDR 265.000/pax
Weekend brunch: IDR 360.000/pax
All week dinner: IDR 285.000/pax
Signatures Restaurant
Hotel Indonesia Kempinski Jakarta
Jl. MH Thamrin No. 1, Jaarta 10310
Tel. +62 21 2358 3800
Facebook: Hotel Indonesia Kempinski Jakarta Twitter: @KempinskiJKT
Website: www.kempinski.com
Waahhh lengkap bangeeett ulasannya
ReplyDeleteHi, Mba Maya...terima kasih sudah mampir yaa..
DeleteDitunggu review kempinskinya loh, nanti aku mau baca juga.. :)
Love it!!!
ReplyDeleteHi, Adie.. thanks udah mampir yah...
DeleteTari2an ini keluarnya cuma weekend kali yaaa
ReplyDeletePas hari biasa ga ada Mba? Aku memang kebetulan datangnya 2x pas weekend semua, dan keduanya ada...
Delete