Gudeg Adem Ayem
Kebetulan ada saudara yang datang membawakan oleh-oleh dua porsi gudeg untuk Oma saya. Gudeg itu di-package dalam kotak hijau yang cukup menarik perhatian saya. Pertama, kotaknya berbahan kardus bukan styrofoam yang banyak digunakan oleh berbagai resto bahkan hingga gerobak kaki lima sekalipun. Kedua, design kotaknya terlihat "vintage" dengan warna hijau yang eye catching. Tertarik?
Kalau dilihat dari packagingnya, Rumah Makan Adem Ayem bisa dikategorikan sebagai resto masakan Indonesia "old fashioned" di Jakarta yang sudah ada sejak tahun 1969. Penilaian ini memang masih sangat subyektif dari saya pribadi, mengingat saya tidak mengunjungi restonya langsung, hanya melihat dari logo dan packagingnya saja. Nama restonya tercetak dengan warna hitam solid, flat, dan menggunakan jenis font yang simple. Nah, logogram-nya lumayan "seru" nih… ada gambar ayam berwarna merah terang di atas huruf A berwarna kuning, kemudian di belakangnya ada warna putih, hitam, dan biru gradasi beberapa lapis. Rame dan kontras!
Tak perlu berlama-lama dengan kemasan, saatnya meninjau isi di dalamnya. Satu kotak berisi satu porsi gudeg lengkap dengan sambal goreng krecek, sepotong ayam, sebutir telur, areh dan sambal. Arehnya dibungkus plastik terpisah dan sambalnya ditempatkan dalam plastik ziplock rapi. Dilihat dari tampilan sekilas cukup menjanjikan, semoga demikian juga dengan rasanya.
Saya lupa mengambil foto saat gudeg ini sudah terhidang rapi di meja makan, lantaran semua sudah lapar langsung menyendok gudeg ke piring masing-masing dan menyantapnya bersama nasi putih hangat.. hmm.. nikmat! Bagaimana rasanya? Berikut review pribadi saya untuk menu satu ini.. benar-benar berdasarkan selera pribadi lho ini...
Sebagai penyuka gudeg yang tidak terlalu manis, gudeg Adem Ayem ini pas dengan selera saya. Dari tampilan warna coklatnya memang terlihat tidak terlalu banyak kecap, coklatnya merata tapi tidak terlalu gelap. Nangka mudanya dipotong dalam ukuran sedang dan tingkat kematangannya pas, empuk tapi tidak sampai terlalu lunak atau hancur. Sambal goreng kreceknya tidak terlalu pedas, sedap, dan yang penting kreceknya empuk/lembut, tidak kenyal seperti permen karet. Telurnya berwarna coklat di bagian luar dan cukup meresap hingga ke dalam, tandanya bumbu cukup meresap jadi rasanya tidak hambar seperti telur rebus biasa. Sepotong ayam yang menyertai setiap porsi sudah dibuang tulang dan dimasak bersama bumbu hingga empuk. Arehnya berwarna putih kekuningan, tidak terlalu kental, gurihnya pas, dan santannya tidak pecah (split) meskipun dipanaskan. Areh ini dahulunya terbuat hanya dari santan yang dikentalkan hingga jadi gurih dan asin, namun belakangan lazimnya justru santan ditambah putih telur yang diaduk merata sehingga lebih praktis dan menghemat pemakaian santan. Demikian pula areh dari resto Adem Ayem ini sepertinya memakai putih telur tetapi tidak terlalu banyak dan tercampur dengan sangat baik. Satu hal yang saya suka, resto ini tidak pelit areh seperti resto gudeg ternama yang pernah saya coba. Kalau arehnya cuma seiprit sih mana berasa ya? hehehe… Tak ketinggalan, sambalnya yang memiliki citarasa cenderung manis dan tingkat kepedasan menengah melengkapi menu gudeg ini.
Kalau boleh jujur, dari segi rasa gudegnya sendiri buat saya terasa kurang mantap, bisa dibilang "kurang berani bumbu". Rasa gudegnya baru pas dan mantap jika dimakan sekaligus dengan sambal goreng krecek, telur, siraman areh (harus agak banyak), dan tentunya ditambah sambalnya yang agak manis itu. Saya jadi berpikir, mungkin gudegnya sendiri memang sengaja dibuat tidak terlalu dominan agar rasanya justru menyatu pas ketika dimakan dengan pelengkapnya ya..
Bagi yang penasaran, silakan dicoba saja lho...
Rumah Makan Adem Ayem
Jl. A.M. Sangaji 27
Tel. +6221 6386 4074/77/78
Jl. Percetakan Negara No. 640 C
Tel. +6221 4248 509, 4240 274
A Vintage Look |
Kalau dilihat dari packagingnya, Rumah Makan Adem Ayem bisa dikategorikan sebagai resto masakan Indonesia "old fashioned" di Jakarta yang sudah ada sejak tahun 1969. Penilaian ini memang masih sangat subyektif dari saya pribadi, mengingat saya tidak mengunjungi restonya langsung, hanya melihat dari logo dan packagingnya saja. Nama restonya tercetak dengan warna hitam solid, flat, dan menggunakan jenis font yang simple. Nah, logogram-nya lumayan "seru" nih… ada gambar ayam berwarna merah terang di atas huruf A berwarna kuning, kemudian di belakangnya ada warna putih, hitam, dan biru gradasi beberapa lapis. Rame dan kontras!
Tak perlu berlama-lama dengan kemasan, saatnya meninjau isi di dalamnya. Satu kotak berisi satu porsi gudeg lengkap dengan sambal goreng krecek, sepotong ayam, sebutir telur, areh dan sambal. Arehnya dibungkus plastik terpisah dan sambalnya ditempatkan dalam plastik ziplock rapi. Dilihat dari tampilan sekilas cukup menjanjikan, semoga demikian juga dengan rasanya.
Saya lupa mengambil foto saat gudeg ini sudah terhidang rapi di meja makan, lantaran semua sudah lapar langsung menyendok gudeg ke piring masing-masing dan menyantapnya bersama nasi putih hangat.. hmm.. nikmat! Bagaimana rasanya? Berikut review pribadi saya untuk menu satu ini.. benar-benar berdasarkan selera pribadi lho ini...
Sebagai penyuka gudeg yang tidak terlalu manis, gudeg Adem Ayem ini pas dengan selera saya. Dari tampilan warna coklatnya memang terlihat tidak terlalu banyak kecap, coklatnya merata tapi tidak terlalu gelap. Nangka mudanya dipotong dalam ukuran sedang dan tingkat kematangannya pas, empuk tapi tidak sampai terlalu lunak atau hancur. Sambal goreng kreceknya tidak terlalu pedas, sedap, dan yang penting kreceknya empuk/lembut, tidak kenyal seperti permen karet. Telurnya berwarna coklat di bagian luar dan cukup meresap hingga ke dalam, tandanya bumbu cukup meresap jadi rasanya tidak hambar seperti telur rebus biasa. Sepotong ayam yang menyertai setiap porsi sudah dibuang tulang dan dimasak bersama bumbu hingga empuk. Arehnya berwarna putih kekuningan, tidak terlalu kental, gurihnya pas, dan santannya tidak pecah (split) meskipun dipanaskan. Areh ini dahulunya terbuat hanya dari santan yang dikentalkan hingga jadi gurih dan asin, namun belakangan lazimnya justru santan ditambah putih telur yang diaduk merata sehingga lebih praktis dan menghemat pemakaian santan. Demikian pula areh dari resto Adem Ayem ini sepertinya memakai putih telur tetapi tidak terlalu banyak dan tercampur dengan sangat baik. Satu hal yang saya suka, resto ini tidak pelit areh seperti resto gudeg ternama yang pernah saya coba. Kalau arehnya cuma seiprit sih mana berasa ya? hehehe… Tak ketinggalan, sambalnya yang memiliki citarasa cenderung manis dan tingkat kepedasan menengah melengkapi menu gudeg ini.
Kalau boleh jujur, dari segi rasa gudegnya sendiri buat saya terasa kurang mantap, bisa dibilang "kurang berani bumbu". Rasa gudegnya baru pas dan mantap jika dimakan sekaligus dengan sambal goreng krecek, telur, siraman areh (harus agak banyak), dan tentunya ditambah sambalnya yang agak manis itu. Saya jadi berpikir, mungkin gudegnya sendiri memang sengaja dibuat tidak terlalu dominan agar rasanya justru menyatu pas ketika dimakan dengan pelengkapnya ya..
Bagi yang penasaran, silakan dicoba saja lho...
Rumah Makan Adem Ayem
Jl. A.M. Sangaji 27
Tel. +6221 6386 4074/77/78
Jl. Percetakan Negara No. 640 C
Tel. +6221 4248 509, 4240 274
Comments
Post a Comment